Kamis, 08 Oktober 2009

SKRIPSI - CONTOH TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA

Sapi Friesian Holstein (FH)
Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan sapi yang berasal dari negeri Belanda, yaitu propinsi North Holland dan West Friesland. Sifat karakteristik FH adalah berwarna hitam putih, ada juga yang berwarna merah dan putih, merupakan sapi tipe besar dengan berat dewasa betina 540 sampai 580 kilogram dan sapi jantan mencapai 800 kilogram. Produksi susunya dapat mencapai 12.352 liter perlaktasi selama 300 hari dengan kadar lemak 3,7%, di Indonesia rerata produksi susu berkisar antara 2500 sampai 3000 kilogram perlaktasi (Hardjosubroto, 1994).

Gejala-gejala Birahi Sapi Perah
Birahi ternyata bertepatan dengan perkembangan maksimum folikel-folikel ovarium. Manifestasi psikologis birahi ditimbulkan oleh hormon seks betina, yaitu estrogen yang dihasilkan oleh folikel-folikel ovarium. Pada sapi betina seringkali terjadi birahi tenang semua fenomena histologis dan fisiologis yang normal dapat teramati, termasuk ovulasi tetapi respon untuk perkawinan tidak tampak, untuk beberapa individu, kebutuhan estrogen mungkin lebih besar dibanding yang lainnya dan birahi tenang mungkin disebabkan oleh kegagalan dalam mensekresi estrogen dalam jumlah yang cukup besar untuk menimbulkan respon perkawinan. Tanda-tanda sapi birahi antara lain vulva nampak lebih merah dari biasanya, bibir vulva nampak agak bengkak dan hangat, sapi nampak gelisah, ekornya seringkali diangkat bila sapi ada dipadang rumput sapi yang sedang birahi tidak suka merumput, kunci untuk menentukan yang mana diantara sapi-sapi yang saling menaiki tersebut birahi adalah sapi betina yang tetap tinggal diam saja apabila dinaiki dan apabila didalam kandang nafsu makannya jelas berkurang, pada sapi dewasa laktasi tidak jarang produksi susunya turun (Soetarno, 2003).

Pubertas dan Umur Pertama dikawinkan
Menurut Bearden dan Fuquay (l997) sapi dari bangsa perah seharusnya mencapai berat kawin pertama pada umur 15 bulan sehingga saat beranak kira-kira umur 24 bulan, sebaiknya sapi perah dikawinkan pertama kali ketika berat badannya 272 kilogram. Ada data yang menunjukkan bahwa sapi betina yang dikawinkan pertama kali pada umur 4-5 tahun secara nyata dapat meningkatkan masalah reproduksi.

Angka Kawin Perkebuntingan
Service per conception adalah sebuah ukuran kesuburan induk sapi yang berhasil dikawinkan dan menjadi bunting. Service per conception dapat dihitung dengan membagi jumlah total perkawinan pada sekelompok ternak dengan jumlah induk yang bunting. Menurut Blakely et al., (1992) cit, Asimwe dan Kifaro (2007) rerata service per conception pada sapi Friesian Holstein sekitar 1,66 pada daerah tropis.
Pengukuran S/C kurang akurat untuk populasi ternak yang besar, tetapi pengukuran dapat akurat untuk ternak tunggal atau seekor induk betina (Bearden dan Fuquay, l997).
Keberhasilan service per conception dipengaruhi oleh kualitas semen yang secara langsung dipengaruhi oleh proses penanganan dan penyimpanannya. Semen sebaiknya disimpan dalam liquid nitrogen dengan temperatur -196° C dengan container yang terbuat dari stanless steel maupun aluminium (Bearden dan Fuquay , 1997). Menurut Haugana et al., (2007) bahwa proses penyimpanan semen mempunyai pengaruh yang besar terhadap daya hidup (viabilitas) spermatozoa dalam straw.
Tagama (2005) melaporkan bahwa defisiensi nutrien dapat menyebabkan estrus yang tidak teratur seperi estrus yang singkat, estrus yang panjang (nimphomania) maupun menyebabkan terjadinya tingka laku yang terputus-putus dalam satu atau dua hari atau aktifitas estrus selama periode estrus. Keadaan sapi perah yang seperti ini menyebabkan kegagalan kebuntingan dan tingginya nilai service per conception sehingga calving interval sapi perah menjadi panjang.

Lama Bunting
Lama kebuntingan pada sapi perah dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain bangsa atau breed, umur, frekuensi beranak, dan kelamin anak yang dikandung. Sapi perah Friesian Holstein memiliki rata-rata lama kebuntingan 279 hari. Anak jantan dikandung lebih lama sekitar satu sampai tiga hari dibandingkan dengan anak betina. Sapi perah yang baru pertama kali beranak lama kebuntingannya lebih singkat sekitar dua hari dibandingkan sapi perah induk yang sudah sering beranak. Sapi yang telah bunting, daur birahinya akan terhenti dan berperilaku lebih tenang, serta kondisi tubuhnya menjadi semakin membaik. Sedangkan hewan yang sedang laktasi, produksi susunya akan semakin berkurang. Hewan yang sedang bunting, secara fisik perut akan membesar dan kelenjar ambing membengkak. Selanjutnya akan disusul dengan keluarnya kolustrum susu dan pada ujung puting akan terbentuk lapisan semacam lilin. Lama kebuntingan pada sapi rata-rata 280 hari dengan variasi antara 274 - 291 hari (Siregar, 1992).
Secara umum masa kebuntingan dibagi dalam tiga periode yaitu periode ovum, periode embrio dan periode fetus. Periode ovum dimulai sejak terjadinya fertilisasi, kemudian dilanjutkan pada stadium morula, blastula sampai zygot siap untuk implantasi, periode ini berjalan cukup lambat. Menurut Hafez (2000) cit, Hadisutanto (2008) menyatakan kebuntingan dikontrol oleh hormon progesteron yaitu selama kebuntingan terjadi perubahan berat badan induk yang mengikuti perkembangan fetus, membran-membran beserta cairannya serta perkembangan kelenjar susus yang dengan bertambahnya umur kebuntingan maka berat badan nyata terlihat pada periode sepertiga akhir kebuntingan atau triwulan ketiga kebuntingan dan disebabkan pertambahan berat badan fetus pada masa ini menjadi 70 sampai 80% dari berat badan.

Umur Beranak Pertama
Sapi perah sebaiknya dikawinkan pertama pada umur 15 bulan sehingga sapi tersebut dapat beranak pertama kira-kira pada umur 24 bulan (Bearden dan Fuquay, l997). Menurut Blakely dan Bade (l998) sapi dara yang dipelihara dengan baik pada umur 13 sampai 15 bulan sudah mencapai berat yang cukup untuk dikawinkan, sehingga pada umur sekitar dua tahun sapi betina telah dapat berproduksi.

Post Partum Mating
Post Partum Mating adalah pelaksanaan inseminasi buatan atau perkawinan pada sapi perah setelah beranak.
Perera (l999) menyatakan bahwa involusi uterus terjadi pada 25 sampai 35 hari setelah beranak dan dapat berfungsi normal serta menunjukkan birahi pada 30 sampai 60 hari setelah beranak.
Salisbury dan Van Demark (1995) cit, Aswandi (1997) menyatakan bahwa sebaiknya sapi dikawinkan kembali 60 hari setelah beranak yang diharapkan akan mencapai konsepsi yang tinggi dengan gangguan reproduksi yang kecil.
Opsomer et al., (2000) dan Shrestha et al., (2004) serta Ya’niz et al ., (2006) dalam pramono (2008) menyatakan bahwa kawin pertama setelah beranak merupakan poin penting dalam upaya efisiensi reproduksi yang harus diperhatikan.
Penundaan perkawinan setelah beranak ini umumnya dikarenakan terlambatnya post partum estrus, selain itu juga ada ketidaktelitian peternak dalam mendeteksi estrus sehingga peternak sering tidak mengetahui kalau sapi perahnya sedang estrus. Tertundanya post partum mating ini tentunya akan memperpanjang days open sehingga calving interval menjadi tinggi, kurangnya konsumsi nutrien khususnya protein dan energi mengakibatkan folikel-folikel sebagai penghasil hormon estrogen tidak dapat tumbuh berkembang dengan normal (Hardjopranjoto, 1995).
Lama Kosong/Days open
Masa kosong atau days open adalah jarak waktu antara sapi beranak atau partus sampai dengan perkawinan yang menghasilkan kebuntingan yaitu sekitar 85 hari (Hafez, 2000 cit, Hadisutanto,2008).
Ada penelitian yang menunjukkan bahwa masa kosong 85 hari umumnya diperoleh pada induk sapi perah yang mengalami standing estrus dan seharusnya kajian ilmiah masa kosong harus memberikan gambaran variabel performan reproduksi pasca partus seperti lamanya pengeluaran plasenta estrus pertama pasca partus, involusi uteri sehingga faktor penentu dalam formulasi masa kosong dapat diketahui dengan jelas. Masa kosong akan digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan program reproduksi sapi secara lebih baik terutama dalam penentuan waktu inseminasi pertama pasca partus melalui wadah organisasi koperasi peternak yang membinanya (Hadisutanto, 2008).

Jarak Beranak atau Calving Interval
Frekuensi melahirkan sangat penting bagi peternak dan pembangunan peternakan, karena tiap penundaan kebuntingan ternak mempunyai dampak ekonomis yang penting. Pada peternakan sapi perah yang ideal, kelahiran harus diusahakan 12 bulan sekali. Efisiensi reproduksi dan keuntungan peternakan sapi perah dapat maksimal ketika rata-rata calving interval untuk sekelompok ternak sekitar 13 bulan (Fricke, l998).
Menurut Bahari (2008) selang beranak dapat dipakai sebagai ukuran efisiensi reproduksi, selang beranak yang ideal berkisar 12 sampai 15 bulan dan adanya selang beranak yang panjang dapat disebabkan oleh faktor manajemen yaitu kesengajaan menunda kebuntingan atau karena faktor genetik. Selang beranak juga mempunyai pengaruh terhadap lama laktasi dan produksi susu.
Calving Interval merupakan kurun waktu yang sangat penting bagi peternak karena berkaitan dengan kesinambungan produksi susu, upaya tersebut dapat dicapai apabila induk sapi dapat memiliki calving interval 12 sampai 14 bulan artinya bahwa kondisi ini akan diperoleh pada masa kosong 85 -120 hari dengan lama bunting 278 hari (Hadisutanto, 2008).

Pengaruh Umur Terhadap Kinerja Reproduksi dan Produksi
Pengaruh umur terhadap fertilitas sapi betina dan jantan sulit untuk diketahui karena faktor penyebabnya sangat komplek dan banyak, jadi sulit untuk memisah-misahkan pengaruh umur terhadap fertilisas. Umur sapi berkisar satu sampai 12 tahun dan ferlititasnya meningkat mulai umur empat tahun dan mulai menurun setelah enam tahun (Djanuar, 1990).
Produksi sapi perah dapat berlangsung jika fungsi reproduksi berjalan normal. Seekor sapi terutama produksi susu dan jumlah pedet yang dihasilkan akan menurun jika reproduksi tidak berfungsi baik. Lama kehidupan reproduksi sapi perah merupakan kemampuan ternak untuk produksi sehingga berpengaruh terhadap ekonomi. Sapi perah menghasilkan anak pada umur dua tahun sehingga akan menghasilkan susu dengan produksi lebih panjang dan jumlah pedet yang dihasilkan lebih banyak selama hidupnya, keadaan selanjutnya tergantung selang perkawinan setelah beranak.
Kemampuan produksi sapi perah berbeda pada setiap tingkatan laktasi dan umur. Produksi susu akan terus meningkat bersamaan dengan bertambahnya umur sapi. Soetarno (2000) menyatakan apabila sapi beranak pertama umur dua sampai tiga tahun dengan jarak beranak 12 bulan, lama laktasi 10 bulan, dewasa produksi atau produksi tertinggi dicapai pada laktasi keempat atau berumur empat sampai lima tahun setelah produksi tinggi dicapai, biasanya produksinya menurun secara berangsur setelah 12 tahun keatas sapi dikeluarkan karena gangguan kesehatan dan reproduksi, kadang sapi dapat menghasilkan susu sampai umur 15 tahun atau lebih.

1 komentar: