Pelayanan Bimbingan dan konseling sebagai pekerjaan professional, maka pekerjaan tersebut dilakukan dengan mengikuti kaedah-kaedah yang menjamin efisiensi dan efektifitas proses dan hasil-hasilnya. Dalam penyelenggaraan layanan Bimbingan dan konseling kaidah-kaidah tersebut dikenal sebagai asas-asas Bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam pelayanan. Apabila dalam layanan Bimbingan dan konseling dalam pelaksanaan layanannya menerapkan asas-asas atau kaidah-kaidah dimaksud, maka layanan tersebut akan mengarah kepada pencapaian tujuan dan sebaliknya apabila asas-asas tersebut diabaikan atau dilanggar sangat dikhawatirkan kegiatan layanan Bimbingan dan konseling justru berlawanan dengan tujuan layanan, bahkan akan merugikan orang-orang yang terlibat didalam pelayanan Bimbingan dan konseling itu sendiri.
Asas-asas yang dimaksudkan diatas adalah;
1. Asas kerahasiaan,
2. Asas kesukarelaan,
3. Asas keterbukaan,
4. Asas kekinian,
5. Asas kemandirian,
6. Asas kegiatan,
7. Asas kedinamisan,
8. Asas keterpaduan,
9. Asas kenormatifan,
10. Asas keahlian,
11. Asas alih tangan, dan
12. Asas tut wuri handayani, (Prayitno,1994), serta
13. Asas kerjasama.
1. Asas kerahasiaan
Penyelenggaraan konseling dilakukan melalui interaksi antara satu atau lebih individu yang menghadapi kesulitan dan memerlukan bantuan (klien) dengan satu orang yang dilatih secara professional (konselor). Masih banyak individu yang memiliki masalah selalu ingin menutupi masalahnya, yaitu jangan sampai orang lain mengetahui masalah yang dialami. Sehingga dapat dimaklumi apabila layanan Bimbingan dan konseling akan dimanfaatkan oleh individu yang bermasalah, bahwa layanan Bimbingan dan konseling melaksanakan asas kerahasiaan.
Konselor dalam membantu klien benar-benar memiliki komtmen terhadap tugasnya sebagai orang yang membantu individu yang bermasalah (klien) untuk dapat menyinpan rahasia kliennya. Asas kerahasiaan merupakan kunci dalam uapaya Bimbingan dan konseling akan mendapat kepercayaan dari kliennya (peserta didik yang bermasalah). Apabila konselor tidak memiliki komitmen dalam menjaga kerahasiaan kliennya, maka peserta didik yang bermasalah tidak akan memanfaatkan layanan Bimbingan dan konseling, bahkan individu atau peserta didik yang bermasalah akan menjauh dan tidak lagi memenfaatkan layanan Bimbingan dan konseling.
2. Asas kesukarelaan
Apabila asas kerahasiaan sudah benar-benar tertanam pada diri individu peserta didik atau klien, sangat diharapkan bahwa mereka yang mngalami masalah akan dengan sukarela meminta bantuan kepada konselor untuk memecahkan masalah yana sedang dihadapi.
Bagi klien yang dipanggil oleh konselor, hal ini tidak melanggar asas kesukarelaan. Dalam hal ini konselor berkewajiban mengembangkan sikap sukarela pada diri klien, sehingga klien dapat menghilangkan rasa keterpaksaannya saat menghadap kepada konselor. Kesukarelaan tidak hanya dituntut dari pihak terbimbing saja, tetapi hendaknya berkembang pada diri konselor. Para penyelenggara layanan Bimbingan dan konseling hendaknya mampu menghilangkan rasa keterpaksaan dalam membantu peserta didik/klien. Akan lebih baik lagi bahwa konselor dalam melaksanakan tugasnya karena merasa terpanggil.
3. Asas keterbukaan
Pelayanan Bimbingan dan konseling akan berjalan secara efisien dan afektif apabila dilaksanakan dalam suasana keterbukaan; baik si terbimbing maupun si pembimbing bersikap terbuka. Keterbukaan bukan hanya berarti “bersedia menerima bantuan dari luar” tetapi masing-masing yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah yang dimaksud. Misalnya, dalam konseling klien diharapkan dapat berbicara sejujur-jujurnya dan terbuka tentang dirinya sendiri.
Perlu dipahami bahwa keterbukaan hanya akan dicapai apabila klien tidak lagi mempersoalkan asas kerahasiaan yang semestinya diterapkan oleh konselor. Untuk keterbukaan konselor harus terus-menerus membina suasana hubungan konseling, konselor juga bersikap terbuka dan yakin bahwa asas kerahasiaan benar-benar terselenggara. Kesukarelaan klien merupakan dasar bagi keterbukaan.
4. Asas kekinian
Masalah klien yang dicari solusinya adalah masalah-masalah yang dihadapi saat sekarang, bukan masalah-masalah masa lampau dan/atau masalah-masalah masa depan (masalah yang kemungkinan terjadi). Masalah masa lampau maupun kemungkinan masalah yang akan datang dapat dianalisis untuk mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi saat ini. Karena bias terjadi apa yang dihadapi oleh klien saat ini akibat dari masalah masa lampau dan persoalan masa depan membuat klien saat ini mengalami masalah.
Asas kekinian juga mengandung makna bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda untuk memberibantuan jika diminta bantuan oleh klien. Misalnya, ada peserta didik yang mengalami masalah maka konselor hendaknya segera membantunya. Yang paling penting adalah masalah yang dihadapi klien segera dapat teratasi. Masalah sekarang tidak segera diatasi maka akan dapat menimbulakn masalah pada waktu mendatang. Konselor dapat menunda memberi bantuan kepada klien justru demi kepentinagan klien dan konselor dalam hal ini dapat mempertanggngjawabkannya, mengapa bantuan tidak segera diberikan.
5. Asas kemandirian
Pelayanan Bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan si terbimbing dapat berdiri sendiri (mandiri), si terbimbing tidak menjadi orang yang memiliki ketergantungan yang sangat tinggi kepada orang lain (konselor). Individu yang dibantu (klien) setelah mendapatkan bantuan diharapkan dapat mandiri dengan ciri-ciri pokok:
a. mengenal diri sendiri dan lingkungannya
b. menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis
c. mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri secara tepat
d. mengarahkan dirinya sendiri sesuai dengan keputusan yang diambilnya
e. mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, bakat, minat, dan kemampuan-kemampuan yang dimiliki (Prayitno,1994).
Pelayanan Bimbingan dan konseling hendaknya selalu berusaha menumbuh kembangkan kemandirian pada diri klien, bukan justru sebaliknya, yaitu layanan Bimbingan dan konseling menjadiakn klien tergantung kepada konselor. Dalam asas kemandirian tersimpul pula keunikan individu, seseorang yang mandiri tidak akan membiarkan dirinya tenggelam atau terbawa arus oleh penyamaan yang buta terhadap orang lain. Hal ini hendaknya disadari oleh dua belah pihak, yaitu oleh klien maupun konselor.
6. Asas kegiatan
Usaha Bimbingan dan konseling akan memberikan arti bila individu klien melakukan kegiatan sebagai upaya mencapai tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Tujuan layanan tidak akan tercapai dengan sendirinya, konselor hendaknya menumbuhkan kemampuan dan kemauan pada diri klien untuk melakukan kegiatan sebagai upaya mencapai tujuan.
Asas kegiatan ini mengacu pada pola konseling “multi dimensional” yang tidak hanya mengandalkan interaksi verbal antara klien dan konselor. Dalam konselong yang berdimensi verbal pun asas kegiatan masih harus terselenggara., yaitu klien aktif menjalani proses konseling dan aktif pula melaksanakan/ menerapkan hasil-hasil konseling.
7. Asas kedinamisan
Upaya layanan Bimbingan dan konseling selalu menghendaki adanya perubahan perilaku pada diri klien, yaitu perubahan perilaku kearah yang lebih baik, maksudnya perubahan itu selalu menunjukkan adanya hal-hal yang baru, sesuatu yang lebih maju sesuai yang dikehendaki dalam konseling, bukan perubahan yang mengulang-ulang hal lama, dan yang bersifat monoton.
Asas kedinamisan mengacu pada hal-hal baru yang hendaknya terdapat pada dan menjada cirri-ciri dari proses konseling dan hasil-hasilnya.
8. Asas keterpaduan
Pelayanan Bimbingan dan konseling berusaha memadukan dari berbagai aspek kepribadian individu klien. Sebagaimana diketahui bahwa inividu yang dibimbing itu memiliki berbagai segi yang kalau kondisinya tidak serasi akan dapat menimbulkan suatu masalah. Begitu juga adanya keterpaduan denagn isi dan proses layanan yang diberiakan. Hendaknya jangan sampai layanan yang satu dengan layanan yang lain bertentangan.
Agar dapat terselenggaranya asas keterpaduan hendaknya konselor perlu memiliki wawasan luas mengenai perkembangan individu dan aspek lingkungan klien, serta berbagai sumber yang dapat di aktifakan untuk menangani masalah klien. Kesemuanya dipadukan secara serasi dan saling menunjang dalam layanan Bimbingan dan konseling.
9. Asas kenormatifan
Usaha layanan Bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hokum negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ditetapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan Bimbingan dan konseling. Seluruh isi dan layanan hendaknya sesuai dengan norma yang ada. Demikian juga prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai tidak boleh menyimpang dari norma-norma dimaksud.
Ditilik dari permasalahan kemungkinan klien pada awalnya materi layanan Bimbingan dan konseling yang tidak sesuai dengan norma (misalnya, klien mengalami masalah melanggar norma-norma tertentu), namun justru dengan pelayanan Bimbingan dan konseling tingkah laku yang melanggar norma itu diarahkan kepada yang sesuai dengan norma.
10. Asas keahlian
Upaya layanan Bimbingan dan konseling dilakukan secara teratur dan sistematik dengan menggunakan prosedur, teknik dan instrumentasi Bimbingan dan konseling yang memadai. Untuk itu konselor perlu mendapatkan latihan secukupnya, sehingga akan dapat dicapai keberhasilan usaha pemberian layanan. Pelayanan Bimbingan dan konseling adalah pelayanan professional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus dipersiapkan secara professional.
Asas keahlian selain mengacu kepada kualifikasi konselor (misalnya, latar belakang pendidikan sarjana bidang Bimbingan dan konseling). Juga kepada pengalaman, teori dan praktek Bimbingan dan konseling. Oleh karena itu seorang konselor harus benar-benar menguasai praktek dan teori konseling secara baik. Hal ini juga mengandung makna bahwa berdasarkan asas keahlian ini, layanan konseling tidak bias dilakukan oleh sembarang orang.
11. Asas alih tangan
Asas ini mengisyaratkan bahwa seorang konselor sudah mengerahkan semua kemampuanya untuk membantu individu, namun individu yang bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana diharapkan, maka konselor dapat mengirim klienya kepada pihak lain yang lebih ahli atau kepada pihak yang memiliki kewenangan. Selain itu, asas ini mengisyaratkan bahwa layanan Bimbingan dan konseling ini terbatas pada masalah-masalah yang sesuai dengan kewenangannya, dan masalah-masalah yang di luar kewenangannya segera dipindahkan kepada pihak yang memiliki kewenangan. Misalnya, seorang konselor menghadapi individu yang mengalami gangguan psikologis yang berat, maka itu wewenang psikiater, untuk itu konselor harus melimpahkan (memindahkan) klienya kepada psikiater.
12. Asas tut wuri handayani
Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara konselor dengan kliennya. Lebih-lebih di lingkungan sekolah, asas ini semakin dirasakan keperluannya dan bahkan perlu dilengkapi dengan “ingarso sung tulodo, ing madyo mangun karso”
Asas ini menuntut agar prlayanan Bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan oleh klien pada waktu klien menghadap konselor, tetapi di luar hubungan konseling pun layanan Bimbingan dan konseling dirasakan manfaatnya.
13. Asas kerjasama
Usaha layanan Bimbingan dan konseling merupakan upaya bersama klien dan konselor serta pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses layanan Bimbingan dan konseling untuk mencari pemecahan masalah yang dialami oleh klien. Dapat terselenggaranya layanan Bimbingan dan konseling secara efektif apabila adanya kerjasama yang baik dari semua pihak yang terlibat, tanpa adanya kerja sama maka layanan Bimbingan dan konseling tidak akan mungkin terselenggara secara baik.
Dapat terjadi kerjasama yang baik apabila masing-masing pihak yang terlibat memahami akan tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan layanan tersebut. Di samping itu juga sadar akan perannya masing-masing dalam proses layanan Bimbingan dan konseling. Apabila masing-masing pihak terlibat dalam proses layanan Bimbingan dan konseling memiliki tujuan yang berbeda dan tidak memahami perannya, maka dapat terjadi saling bertentangan dan berkjalan masing-masing.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
biasanya kan ada 12 azas....??
BalasHapussumbernya darimana ko ada 13?
wah blognya menarik, ajarin dong dan menurut spengetahuan saya, asas BK ada 12 kok disini ada 13.....?
BalasHapusterimakasih ya atas bantuan blognya tugas saya selesai
BalasHapus